Senin, 05 Maret 2012

Permendiknas Standar Isi dan Kompetensi Minim Sosialisasi

Permendiknas Standar Isi dan Kompetensi Minim Sosialisasi
Jakarta (Suara Pembaruan: 27/07/06) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) diminta untuk menyosialisasikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22/2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas Nomor 23/2006 tentang Standar Kompetensi. Sampai saat ini, belum semua sekolah di Jakarta mengetahui adanya Permendiknas tersebut. Pengajar SMA 19 Jakarta Barat, Laili Hadiati, ketika dihubungi Pembaruan, Rabu (26/7), mengatakan sampai saat ini sekolahnya belum menerima Permendiknas yang akan mengubah kurikulum di kelas. "Belum ada informasi yang kami terima tentang peraturan baru. Saya tanya ke bagian kurikulum di sekolah, katanya belum ada. Tetapi setelah bertanya-tanya, katanya tidak banyak berbeda dengan kurikulum 2004," katanya.

Laili mengatakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) belum membahas Permendiknas tersebut lantaran informasi yang diterima belum lengkap. Tetapi, bila informasi itu menyatakan tidak ada perubahan signifikan kurikulum, seperti termaktub dalam Permendiknas, otomatis tidak akan ada perubahan di kelas, seperti yang diinginkan pemerintah.

Inkonsistensi
Secara terpisah, pengamat pendidikan Darmaningtyas menyatakan lahirnya kedua Permendiknas itu merupakan sikap inkonsistensi pemerintah. "Lahirnya Permendiknas tersebut merupakan cerminan inkonsistensi dan kebingungan pengambil kebijakan. Otonomi pembuatan kurikulum diberikan kepada satuan pendidikan, namun otonomi evalusi tidak diberikan karena pemerintah tetap menyelenggarakan ujian nasional (UN)," katanya ketika dihubungi Pembaruan, Kamis (27/7).

Dikemukakan, Permendiknas yang baru lahir itu akan menimbulkan kurikulum yang variatif. Namun, pemerintah juga mengharapkan munculnya standar hasil akhir yang sama. Darmaningtyas menambahkan, otonomi kurikulum yang termaktub dalam Permendiknas tersebut menelurkan konsekuensi penggunaan beragam buku pelajaran.
"Tidak ada lagi yang disebut buku paket. Yang akan terjadi, sekolah akan memakai kurikulum yang disusun BSNP. Oleh karena itu, dalam sektor pendidikan tetap terjadi sentralisasi kurikulum," tegasnya.

Memasung Kreativitas
Pandangan senada disampaikan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Susi Fitri. Dia mengatakan Permendiknas justru memasung kreativitas guru. "Standar isi dan Kompetensi yang termaktub dalam Permendiknas tersebut akan bertentangan dengan keinginan pendidikan kita untuk lebih kreatif. Mengapa? Karena Permendiknas sangat mengikat dengan standar yang sangat detail. Apalagi dengan adanya UN yang justru bertentangan dengan napas KBK," katanya. Kalau memang Permendiknas itu dianggap akan membuat kurikulum variatif, akan sangat bijaksana jika UN ditiadakan.

Guru Dikhawatirkan Sulit Kembangkan Kurikulum Sendiri
Jakarta (Kompas: 01/08/06) Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006 diharapkan dapat memenuhi standardisasi evaluasi belajar siswa. Namun, dikhawatirkan pihak sekolah belum sepenuhnya dapat melaksanakannya dalam proses belajar-mengajar karena ketidaksiapan guru dan keterbatasan dana operasional sekolah. "Dalam kurikulum ini guru sebenarnya diberi kebebasan penuh dalam menjabarkan kurikulum, dan murid ditetapkan sebagai subyek," kata pengamat pendidikan Ahmad Rizali dalam acara Media Forum bertema "Kurikulum Tahun Ajaran Baru 2006/2007: Bisakah Menjawab Standardisasi Evaluasi Belajar Siswa", Senin (31/7), di Jakarta.

Sayangnya, meski secara filosofis pendidikan sudah sangat didesentralisasi, tetapi muaranya tetap pada ujian nasional (UN). UN SMP dan SMA tetap dijalankan sebagai kunci kelulusan. "Ini membingungkan guru dalam menjalankan kurikulum tersebut, karena ukuran sukses tetap saja lulus UN. Ini yang kemudian membuat para guru hanya memfokuskan bagaimana peserta didiknya lulus UN," kata Rizali.

Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Soehendro menyatakan, kurikulum tingkat satuan pendidikan disusun oleh sekolah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP). "Jadi, tetap ada standar nasional pendidikan mengenai kompetensi lulusan, isi, proses belajar-mengajar, penilaian, sarana dan prasarana, pembiayaan, serta tenaga kependidikan," katanya.

Berkaitan dengan penerapan kurikulum tahun ini, lanjut Bambang, pihaknya telah membuat contoh silabus mata pelajaran untuk pendidikan dasar dan menengah, dan diperkirakan selesai dalam dua pekan ini. "Kurikulum ini diharapkan bisa diterapkan di semua sekolah pada tahun 2009. Dengan adanya contoh ini, guru diharapkan bisa lebih mudah melaksanakannya," tuturnya.

source: http://groups.yahoo.com/group/pakguruonline/message/1937

Mengatasi siswa terlambat, yuk kita berbagi tips

Siswa terlambat bukan cuma masalah waktu yang terbuang, tapi juga bisa mengganggu suasana hati guru yang sedang mengajar. Jika kita ingin ‘marah’ pada siswa yang terlambat, mari berkaca dahulu apakah kita juga sudah bisa tepat waktu atau tidak pernah terlambat sepanjang karier kita sebagai guru? berikut ini tulisan rekan pendidik Naja L Umar, dalam mengatasi siswa yang terlambat. Saya yakin anda juga punya tips atau ide lain untuk dibagi, silahkan menanggapi dengan memberi komentar

Pak Agus, ditempat saya, siswanya lebih unik lagi. Jika sanksi untuk siswa terlambat masuk kelas adalah keluar kelas selama 5 atau 10 menit (tanpa belajar), justru bagi siswa hal itu sangat ‘menyenangkan’ bukannya ‘menakutkan’. Lagi pula, siswa terlambat masuk kelas bisa karena berbagai alasan, yang kadang-kadang benar adanya untuk ditolerir. (misal, lokasi tempat tinggal, perjalanan, cuaca, dll)
(Toh, kadang-kadang saya juga tidak tepat waktu, hehe juga karena beberapa alasan)
Jadi saya tidak pernah memberikan sanksi apapun untuk siswa yang terlambat masuk kelas. Hanya saja saya menerapkan sistem, setiap masuk kelas, pada 10 menit pertama dengan memberikan Quiz tentang materi pelajaran kita yang diambil skornya langsung. Tentu saja Quiz tersebut hanya bisa diikuti oleh siswa yang datang tepat waktu. Benar, awalnya sedikit repot karena kita harus mempersiapkan Quiz sebaik dan semenarik mungkin untuk alokasi waktu yang tepat.
Tetapi setelah beberapa lama, saya melihat bahwa rata-rata siswa tidak lagi mengejar waktu masuk yang on time tetapi mereka mengejar kesempatan Quiz. (Sebab, setiap beberapa pekan Skor Quiz akan ditempelkan di papan pengumuman).
Jadi menurut saya kadang-kadang sanksi boleh diganti dengan ‘mengejar prestasi’. Tetap semangat untuk belajar.

source: http://gurukreatif.wordpress.com/2011/12/16/mengatasi-siswa-terlambat-yuk-kita-berbagi-tips/

Yuli Eko Sarwono, Guru Mapel Matematika Dengan Metode Gilanya

Badannya gempal, gaya bicaranya sering membuat kocak bagi yang mendengarkan. Itulah seklas sosok Yuli Eko Sarwono, guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 19 Purworejo. Sekilas sangat kontra dengan profesi yang dimilikinya. Baiasanya sebagai guru matematika sangat lekat dengan keangkeran, keseriusan. Namun bagi bapak empat anak ini sangat berbeda.
Bahkan dengan metode-metodenya ia mendapat julukan siguru gila. Bagimana tidak, dengan metode pembelajaran yang kontekstual, bertumpuk-tumpuk alat peraga disediakan. Karena kelewat banyaknya peragaan yang ia miliki, akhirnya ia mendapat hadih sebuah ruangan kusus untuk menyimpan.

Ketika ditemui di sekolahnya beberapa waktu lalu, ia mengungkapkan awalnya dirinya tidak memiliki cita-cita menjadi guru. Sebagai anak sulung dari empat bersaudara dari seorang anggota TNI, ia merasakan pendidikan keluarga yang agak keras. Mungkin karena pendidikan kelurga itulah, ia menyenangi olah raga bela diri pencak silat.
Berkat kemampuan di cabang inilah, di usia belia sudah dipercaya sebagai pelatih di sebuah padepokan pencak silat. Waktu itu baru kelas satu SMA sudah menjadi seorang pelatih. Berawal dari profesi inilah, kemudian ia berkeinginan menjadi seorang guru.
Setelah lulus dari SMA Negeri Tidar tahun 1983, ia tercatat sebagai GTT di tiga sekolah swasta di Magelang. Ia mengampu pramuka, drama, dan baca pusi. Menurutnya, pencal silat sangat cocok dengan materi yang ia ampu, sebab gerakan gerakan jurus pada pencak silat penuh dengan unsur seni. Unsur inilah sangat sinergis dengan drama dan baca puisi, yang juga butuh sentuhan seni.
Agar bisa menjadi guru, kemudian mengikuti pendidikan guru SLTP (PGLSP) di Magelang. Seusai mengikuti pendidikan tersebut, tepatnya tahun 1989, ia mendaftar sebgai CPNS di Semarang. Ternyata lulus, dan ditempat di SMP Negeri 19 Purworejo sampai sat ini. Bahkan ia berkeinginan mengajar di sekolah tersebut, hingga pensiun nanti.
Sebagai guru mapel matematika, ia menggali metode-metode yang jitu agar siswa mudah dipahami. Sebab disadari, mapel matematika, dinilai masih menjadi mapel yang kurang disenangi siswa. Rasa tidak senang pada mapel akan berdampak pada guru pengampu. Maka ia berusaha agar siswa tertarik pada dirinya dan mapel yang ia bawakan. Caranya bersabar, mengalah. Namun dibalik itu, tunjukkan pada siswa bahwa ia mempunyai keunggulan dan kemampuan. Sehingga siswa akan simpati padanya.
Agar siswa lebih mudah menangkap apa yang disampaikan, metode pembelajarannya melaui alat-alat peraga-peraga. Berbagai peraga dipergunakan dari barang-barang bekas, seperti kertas, kaleng, dus susu dll. Bahkan ia tidak segan-segan membawa masuk sepeda motornya ke dalam kelas, sebagai alat peraga penghitungan lingkaran. Hasil karya siswa pun dipajang sebagai buah penghargaan.
Alat peraga tersebut semakin hari semakin menumpuk, hingga memenuhi ruangan. Oleh pihak sekolah, ia diberikan sebuah ruangan kusus, untuk memajang alat-alat peraga. “Metode boleh ditawar, tapi target harus terpenuhi. Dan sekarang perolehan nilai mapel matematika terus meningkat. Dari rata-rata lima koma sekian, terus meningkat, dan unas 2008 lalu, mecapai rata-rata 7,4” katanya.
Karena ide-ide kontekstualnya itulah, bapak dari empat orang anak, dan kakek dari seorang cucu, mendapat kesempatan mengisi acara pada sebuh stasiun televisi swasta, beberapa waktu lalu. Dan ia mendapat julukan guru dengan ide-ide gilanya.
Untuk mencukupi kebutujhan hidup keluarganya, dia tidak hanya menggantungkan dari gaji sebagi guru. Selepas mengajar, ia berkeliling berjualan bakso. Pagi sebelum berangkat mengajar berbelanja, kemudin bahan dimasak oleh isterinya. Pulang megajar, ia baru jualan keliling dengan gerobag.
“Waktu tertentu saat sekolah butuh konsentrasi pekerjaan dan menyita waktu, ya sementara waktu tidak jualan. Baru setelah senggang jualan lagi. Imbalannya pada suatu saat dapat borongan dalam partai besar. Misalnya ada hajatan temanten, kami mendapat borongan dengna omset jutaraan rupiah. Impas kan” kata Yuli sambil tertawa

source: http://www.purworejokab.go.id/news/seputar-pendidikan/659

Identifikasi Kompetensi Dasar

Setelah memahami ciri-ciri dan karakteristik penilaian maka selanjutnya dijelaskan mengenai prosedur penilaian. Yang pertama adalah mengidentifikasi kompetensi dasar dan ini merupakan acuan untuk menentukan tujuan. Apa indikatornya jika kompetensi dasar itu tercapai? Jadi penjabaran dari standar kompetensi ke kompetensi dasar dapat diteruskan ke indikator. Dalam penilaian harus diidentifikasi kompetensi dasar apa yang harus dikuasai oleh peserta didik.
Standar kompetensi pada umumnya dirumuskan dengan kata kerja yang operasional. Jumlah standar kompetensi untuk satu mata pelajaran bervariasi antara 6 sampai 15 buah. Kata kerja yang digunkan dalam standar kompetensi yang tidak operasional misalnya mengetahui, memahami dsb, sedangkan kata kerja yang operasional misalnya: menafsirkan, menganalisis, mengevaluasi, membandingkan, mendemon-strasikan dsb.
Ditinjau dari cakupan materi dan kata kerja yang digunakan standar kompetensi itu masih umum sehingga perlu dijabarkan menjadi sejumlah kompetensi dasar yang sering disebut dengan kemampuan minimum. Cakupan materi pada kompetensi dasar lebih sempit daripada standar kompetensi. Dan kata kerja yang digunakan adalah kata kerja yang operasional misalnya menghitung, merangkum, menerapkan dsb. Jika kompetensi dasar sudah dapat diidentifikasi maka selanjutnya mencari kompetensi dasar yang mana atau yang mana saja yang akan dievaluasi.

credit: Alim Sumarno, M.Pd
source: http://elearning.unesa.ac.id/myblog/alim-sumarno/identifikasi-kompetensi-dasar