Selasa, 04 Februari 2014

Mengapa Finlandia Memiliki Sistem Pendidikan Terbaik Di Dunia

Mengejutkan. Ternyata negara yang paling oke tata kelola pendidikannya bukanlah Amerika Serikat, Jepang atau Jerman. Akan tetapi, kiblat pendidikan dunia saat ini mengarah ke negara Finlandia.

Amerika Serikat sendiri berada jauh dibawah level Finlandia, tepatnya di urutan ke-17. Lalu, dimana daya tariknya sistem pendidikan di Finlandia dengan negara-negara lainnya khususnya Indonesia? Jawabannya adalah di kemandirian siswa dan gurunya.

Di Finlandia kemandirian dalam mengikuti proses belajar mengajar itu tidak hanya dinikmati oleh guru-gurunya yang begitu dihormati tetapi juga ditularkan kepada para pelajar melalui berbagai kesempatan-kesempatan penting.

Salah satunya dimana setiap pelajar diberi otonomi khusus untuk menentukan jadwal ujiannya untuk mata pelajaran yang menurutnya sudah dia kuasai.

Sistem inilah yang dipertahankan oleh Finlandia hingga akhirnya berhasil mengantarkan negara ini berada pada posisi puncak sebagai negara yang paling berhasil mengelola pendidikan nasionalnya.

Fantastiknya, dalam evaluasi belajar, angka ketidak lulusan secara nasional tidak pernah melebihi 2 persen pertahunnya. Finlandia juga tidak mengenal istilah ujian semester apalagi ujian nasional layaknya ditanah air.

Evaluasi belajar secara nasional dilakukan tanpa ada intervensi pemerintah sekali pun. Karena setiap sekolah bahkan guru berkuasa penuh untuk menyusun kurikulumnya sendiri.

Jadi jangan pernah berhayal bahwa guru-guru di Finlandia disibukkan untuk mengejar terget-target tertentu karena di negeri ini guru selalu menyesuaikan bahan ajarnya dengan kebutuhan setiap pelajar.

Jadi, di Finlandia siapa pun presidennya dan menteri pendidikannya tidak akan berpengaruh signifikan terhadap masa depan pendidikan. Karena fungsi pemerintah dalam memajukan sektor pendidikan adalah dukungan finansial dan legalitas.

Mau bagaimana caranya, maka gurulah yang berwewenang atas itu karena guru dipandang sebagai sosok yang paling mengerti mau dimana wajah pendidikan Finlandia dibawa dimasa yang akan datang.

Sistem ini telah berdampak positif kepada pola cara mengajar guru yang tidak terlalu dipusingkan oleh hiruk pikuknya politik nasional negaranya.

Keseriusan negara Finlandia menyokong keberhasilan pendidikan nasionalnya dibuktikan dengan diterapkannya kebijakan gratis sekolah 12 tahun. Kerenkan?

Guru-guru Finlandia adalah lulusan terbaik setiap perguruan tinggi dan mereka harus masuk dalam kelompok 10 besar lulusan terbaik. Jika tidak, jangan pernah bermimpi jadi guru di negeri ini.

Itulah sebabnya guru-guru di Finlandia betul-betul berdedikasi tinggi. Gajinya besar dong? Tidak. Guru-guru Finlandia justru digaji dengan gaji secukupnya bahkan bisa dikatakan kurang memadai.

Tetapi gurunya begitu menikmati profesinya hal ini karena mayoritas masyarakat Finlandia begitu menghormati dan menghargai profesi seorang guru.

Di Finlandia hanya ada guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan, dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima. Persaingannya lebih ketat daripada masuk ke fakultas hukum atau kedokteran!

Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, Finlandia justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajarkan kepada siswa untuk semata lolos dari ujian, ungkap seorang guru di Finlandia.



Pada usia 18 th siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.


Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK!
Ini membantu siswa belajar bertanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri, kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia.

Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. Adanya terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan, dan mengakibatkan suasana belajar menjadi tidak menyenangkan.

Kelompok siswa yang lambat mendapat dukungan intensif. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses.

Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD. Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.

Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan “Kamu salah” pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya.

Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Ranking hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya.

Ditanah air Indonesia, sebenarnya sistem pendidikan Finlandia telah terterapkan sejak tahun 1961 melalui wadah gerakan pramuka. Apa yang berlaku di Finlandia jelas-jelas merupakan sistem pendidikan yang berlalu di gerakan pramuka.

Dimana setiap kecakapan dan keterampilan dibidang tertentu yang dimiliki oleh setiap anggota pramuka, bila sudah merasa mampu bisa mengusulkan diri untuk di uji.

Disamping itu, setiap 32 orang anggota pramuka dibina oleh 3 orang pembina secara terus menerus. Akan tetapi sistem pendidikan kepanduan ditanah air ini tidak mendapat respon yang positif ditanah air.

Buktinya kendati berhasil melahirkan kader-kader bangsa yang mandiri, negara ternyata tidak berani mengalokasikan dana BOS yang ada pada setiap sekolah untuk sepersekian persen wajib dipergunakan untuk mengelola gerakan pramuka di gugus depan.

Pendidikan nasional kita yang masih sarat dengan kepentingan politik kepala daerah menjadikan potret pendidikan begitu semraut. Pelaksanaan UN yang jelas lebih banyak mudharatnya daripada manfaatnya selalu dipertahankan untuk alasan yang tidak jelas.

Bahkan ironisnya lagi, UN telah mengajarkan bangsa ini bagaimana berlaku curang dan menipu. Gilanya lagi peserta UN dikawal dan diamati setiap detik melalui layar CCTV.

Seperti teroriskan. Cara-cara gila ini begitu dibangga-banggakan oleh pemerintah bahkan institusi pendidikan sendiri. Padahal metode ini punya dampak physicologi bagi para pelajar dimana UN benar-benar menjadi beban berat.

Jadi jangan heran bila di Nias pada hari pertama UN ada siswa yang meninggal dunia begitu menerima lembar soal ujian.

Finlandia tidak pernah membebani muridnya untuk hal-hal yang kurang bermutu atau mengurangi ke-kreativitasan seorang anak setelah meninggalkan rumah sekolah.

Maka, tugas tugas (PR), les tambahan dan bimbingan ini dan itu nyaris tidak pernah ada di Finlandia. Bagaimana dengan tanah air? Tekanan yang begitu berat sangat terasa apalagi menjelang ujian nasional.

Setiap murid selalu diberi les tambahan yang berlebihan, pelajar di wajibkan mengikuti Tryout hampir tiap bulan dengan alasan untuk mengukur kemampuan siswa.

Dirumah disuguhi lagi dengan tugas-tugas berat bahkan ada lagi menu les tambahan yang ditawarkan padahal nuansa bisnisnya lebih terasa daripada urgensinya bagi peserta didik. Repot bukan?

Alhasil, pelajar tanah air lahir dan besar tanpa pernah mempergunakan otaknya untuk berkreativitas. Generasi muda pun besar penuh dengan tekanan. Jadi jangan heran, walaupun lulus UN 100 persen ternyata persentasi lulus SMPTN berbanding terbalik dengan kelulusan UN.

Inilah setidaknya potret pendidikan kita dewasa ini. Indonesia jatuh kepada tingkat kekhawatiran yang terlalu berlebihan. Alih-alih untuk mencerdaskan bangsa tetapi cara-cara yang dilakukan justru mengantarkan bangsa ini kelembah kehancuran.

Oleh karena itu kita perlu berbenah. Mengembalikan sistem pendidikan kezaman dahulu kala (seperti cerita orangtua kita) dimana setiap anak dan orangtua begitu menghormati guru perlu kita lakukan.

Guru harus diberi otoritas penuh untuk mengatur kurikulumnya sendiri. Setiap anak juga tidak dibebani dengan tugas ini dan itu. Bahkan birokrasi pendidikan kita yang berbelit-belit perlahan-lahan harus dikurangi.

Wajib belajar 12 tahun mutlak harus dilakukan tentunya dengan biaya gratis. Tidak hanya itu wajar 12 tahun itu harus dengan satu izajah saja yaitu izajah SMA.

Sedangkan untuk SD dan SMP tidak lagi mengeluarkan izajah mengingat tuntutan dunia kerja saat ini pun izajah dua jenjang pendidikan ini tidak begitu diperlukan.

Oleh karena itu, perpindahan dari tingkat SD ke SMP cukuplah dengan nilai rapor begitu juga dari SMP ke SMA.

Maka evaluasi belajar secara nasional hanya dilakukan dijenjang SMA ketika yang bersangkutan akan melanjut keperguruan tinggi atau merambah dunia kerja.

Menggratiskan pendidikan dinegara ini bukanlah hal yang mustahil. Bukankah 40 persen APBN kita mark-up dan 30 persennya dikorupsi.

Jadi andai pengelolaan keuangan negara kita ditata dengan baik maka tidak mustahil dimasa-masa yang akan datang biaya pendidikan kita yang saat ini ditampung 20 persen dalam APBN kedepannya akan meningkat menjadi 50 persen.

Bila sudah demikian, bukankah pendidikan kita sudah bisa digratiskan.

Beberapa hal yang mungkin bisa ditiru, dari sistem pendidikan yang ada di Finladia, diantaranya :



1. Anak Finlandia tidak memulai sekolah sampai usia mereka 7 Thn. ( Bandingkan dengan para orangtua di Indonesia justru bangga anaknya sekolah pada usia dibawah usia 7 tahun. bahkan dengan beben pembelajaran yang berat.)

2. Tidak di bebani Ujian dan PR, sampai menjelang usia mereka remaja.

3. Anak-anak tidak diukur sama sekali selama enam tahun pertama pendidikan mereka. ( Pada sistem pendidikan kita , Murid SD sampai stress karena sering ditakuti Pihak sekolah, dengan seabreg Ujian, Padahal terkadang anak sering tidak diajar ).
The children are not measured at all for the first six years of their education.

4. Hanya ada satu tes standar wajib di Finlandia, yang diambil ketika anak-anak berusia 16 Tahun. ( Bandingkan dengan sistem ujian ujian di SMP dan SMA, Ditambah UN, bukan saja membuat Lembaga pendidikan tidak jujur, Anak hanya dihargai Otaknya saja, Minus bakat dan Minat,)

5. Tidak ada Kelas Unggulan,semua kemampuan berada pada kelas yang sama. Dan terbukti akhirnya RSBI /RSI di indonesia oleh MK dicabut keberadaanya, karena akan tercipta kasta kasta baru dalam dunia pendidikan.



6. Finlandia menghabiskan sekitar 30 persen lebih untuk biaya pendidikan per siswa mengungguli Amerika Serikat.
7. 30 persen anak-anak menerima bantuan tambahan selama sembilan tahun pertama mereka sekolah.

8. 66 persen siswa masuk ke perguruan tinggi.Dan tertinggi di erofa

9. Nyaris semua siswa memilki kemampuan akademis yang merata

10. Kelas sains maksimal 16 siswa sehingga mereka dapat melakukan eksperimen praktis dalam setiap kelas.
.Science classes are capped at 16 students so that they may perform practical experiments in every class.




11. 93 persen masyarakat Finlandia lulus dari SMA.bahkan17,5 peresen lebih tinggi dari AS .
12. 43 persen dari Finlandia siswa sekolah menengah pergi ke sekolah kejuruan.

13.Siswa SD mendapatkan 75 menit dari istirahat sehari di Finlandia dibandingkan rata-rata 27 menit di Amerika Serikat.
43 percent of Finnish high-school students go to vocational schools.

14. Guru hanya menghabiskan 4 jam sehari di dalam kelas, dan mengambil 2 jam seminggu untuk “pengembangan profesional.”
Teachers only spend 4 hours a day in the classroom, and take 2 hours a week for “professional development.”

15. Finlandia memiliki jumlah guru sebanyak di New York City, namun siswa jauh lebih sedikit. Dengan perbandingan 600.000 siswa di finlandia dengan 1,1 juta di NYC.


SUMBER: 

http://esqsmartplus.com/mengapa-finlandia-memiliki-sistem-pendidikan-terbaik-di-dunia/
http://www.kaskus.co.id/thread/52d73801ffca171b7a8b45e3/mengapa-finlandia-memiliki-sistem-pendidikan-terbaik-di-dunia/

Senin, 05 Maret 2012

Permendiknas Standar Isi dan Kompetensi Minim Sosialisasi

Permendiknas Standar Isi dan Kompetensi Minim Sosialisasi
Jakarta (Suara Pembaruan: 27/07/06) Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) diminta untuk menyosialisasikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22/2006 tentang Standar Isi dan Permendiknas Nomor 23/2006 tentang Standar Kompetensi. Sampai saat ini, belum semua sekolah di Jakarta mengetahui adanya Permendiknas tersebut. Pengajar SMA 19 Jakarta Barat, Laili Hadiati, ketika dihubungi Pembaruan, Rabu (26/7), mengatakan sampai saat ini sekolahnya belum menerima Permendiknas yang akan mengubah kurikulum di kelas. "Belum ada informasi yang kami terima tentang peraturan baru. Saya tanya ke bagian kurikulum di sekolah, katanya belum ada. Tetapi setelah bertanya-tanya, katanya tidak banyak berbeda dengan kurikulum 2004," katanya.

Laili mengatakan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) belum membahas Permendiknas tersebut lantaran informasi yang diterima belum lengkap. Tetapi, bila informasi itu menyatakan tidak ada perubahan signifikan kurikulum, seperti termaktub dalam Permendiknas, otomatis tidak akan ada perubahan di kelas, seperti yang diinginkan pemerintah.

Inkonsistensi
Secara terpisah, pengamat pendidikan Darmaningtyas menyatakan lahirnya kedua Permendiknas itu merupakan sikap inkonsistensi pemerintah. "Lahirnya Permendiknas tersebut merupakan cerminan inkonsistensi dan kebingungan pengambil kebijakan. Otonomi pembuatan kurikulum diberikan kepada satuan pendidikan, namun otonomi evalusi tidak diberikan karena pemerintah tetap menyelenggarakan ujian nasional (UN)," katanya ketika dihubungi Pembaruan, Kamis (27/7).

Dikemukakan, Permendiknas yang baru lahir itu akan menimbulkan kurikulum yang variatif. Namun, pemerintah juga mengharapkan munculnya standar hasil akhir yang sama. Darmaningtyas menambahkan, otonomi kurikulum yang termaktub dalam Permendiknas tersebut menelurkan konsekuensi penggunaan beragam buku pelajaran.
"Tidak ada lagi yang disebut buku paket. Yang akan terjadi, sekolah akan memakai kurikulum yang disusun BSNP. Oleh karena itu, dalam sektor pendidikan tetap terjadi sentralisasi kurikulum," tegasnya.

Memasung Kreativitas
Pandangan senada disampaikan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Susi Fitri. Dia mengatakan Permendiknas justru memasung kreativitas guru. "Standar isi dan Kompetensi yang termaktub dalam Permendiknas tersebut akan bertentangan dengan keinginan pendidikan kita untuk lebih kreatif. Mengapa? Karena Permendiknas sangat mengikat dengan standar yang sangat detail. Apalagi dengan adanya UN yang justru bertentangan dengan napas KBK," katanya. Kalau memang Permendiknas itu dianggap akan membuat kurikulum variatif, akan sangat bijaksana jika UN ditiadakan.

Guru Dikhawatirkan Sulit Kembangkan Kurikulum Sendiri
Jakarta (Kompas: 01/08/06) Penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan tahun 2006 diharapkan dapat memenuhi standardisasi evaluasi belajar siswa. Namun, dikhawatirkan pihak sekolah belum sepenuhnya dapat melaksanakannya dalam proses belajar-mengajar karena ketidaksiapan guru dan keterbatasan dana operasional sekolah. "Dalam kurikulum ini guru sebenarnya diberi kebebasan penuh dalam menjabarkan kurikulum, dan murid ditetapkan sebagai subyek," kata pengamat pendidikan Ahmad Rizali dalam acara Media Forum bertema "Kurikulum Tahun Ajaran Baru 2006/2007: Bisakah Menjawab Standardisasi Evaluasi Belajar Siswa", Senin (31/7), di Jakarta.

Sayangnya, meski secara filosofis pendidikan sudah sangat didesentralisasi, tetapi muaranya tetap pada ujian nasional (UN). UN SMP dan SMA tetap dijalankan sebagai kunci kelulusan. "Ini membingungkan guru dalam menjalankan kurikulum tersebut, karena ukuran sukses tetap saja lulus UN. Ini yang kemudian membuat para guru hanya memfokuskan bagaimana peserta didiknya lulus UN," kata Rizali.

Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang Soehendro menyatakan, kurikulum tingkat satuan pendidikan disusun oleh sekolah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP). "Jadi, tetap ada standar nasional pendidikan mengenai kompetensi lulusan, isi, proses belajar-mengajar, penilaian, sarana dan prasarana, pembiayaan, serta tenaga kependidikan," katanya.

Berkaitan dengan penerapan kurikulum tahun ini, lanjut Bambang, pihaknya telah membuat contoh silabus mata pelajaran untuk pendidikan dasar dan menengah, dan diperkirakan selesai dalam dua pekan ini. "Kurikulum ini diharapkan bisa diterapkan di semua sekolah pada tahun 2009. Dengan adanya contoh ini, guru diharapkan bisa lebih mudah melaksanakannya," tuturnya.

source: http://groups.yahoo.com/group/pakguruonline/message/1937

Mengatasi siswa terlambat, yuk kita berbagi tips

Siswa terlambat bukan cuma masalah waktu yang terbuang, tapi juga bisa mengganggu suasana hati guru yang sedang mengajar. Jika kita ingin ‘marah’ pada siswa yang terlambat, mari berkaca dahulu apakah kita juga sudah bisa tepat waktu atau tidak pernah terlambat sepanjang karier kita sebagai guru? berikut ini tulisan rekan pendidik Naja L Umar, dalam mengatasi siswa yang terlambat. Saya yakin anda juga punya tips atau ide lain untuk dibagi, silahkan menanggapi dengan memberi komentar

Pak Agus, ditempat saya, siswanya lebih unik lagi. Jika sanksi untuk siswa terlambat masuk kelas adalah keluar kelas selama 5 atau 10 menit (tanpa belajar), justru bagi siswa hal itu sangat ‘menyenangkan’ bukannya ‘menakutkan’. Lagi pula, siswa terlambat masuk kelas bisa karena berbagai alasan, yang kadang-kadang benar adanya untuk ditolerir. (misal, lokasi tempat tinggal, perjalanan, cuaca, dll)
(Toh, kadang-kadang saya juga tidak tepat waktu, hehe juga karena beberapa alasan)
Jadi saya tidak pernah memberikan sanksi apapun untuk siswa yang terlambat masuk kelas. Hanya saja saya menerapkan sistem, setiap masuk kelas, pada 10 menit pertama dengan memberikan Quiz tentang materi pelajaran kita yang diambil skornya langsung. Tentu saja Quiz tersebut hanya bisa diikuti oleh siswa yang datang tepat waktu. Benar, awalnya sedikit repot karena kita harus mempersiapkan Quiz sebaik dan semenarik mungkin untuk alokasi waktu yang tepat.
Tetapi setelah beberapa lama, saya melihat bahwa rata-rata siswa tidak lagi mengejar waktu masuk yang on time tetapi mereka mengejar kesempatan Quiz. (Sebab, setiap beberapa pekan Skor Quiz akan ditempelkan di papan pengumuman).
Jadi menurut saya kadang-kadang sanksi boleh diganti dengan ‘mengejar prestasi’. Tetap semangat untuk belajar.

source: http://gurukreatif.wordpress.com/2011/12/16/mengatasi-siswa-terlambat-yuk-kita-berbagi-tips/

Yuli Eko Sarwono, Guru Mapel Matematika Dengan Metode Gilanya

Badannya gempal, gaya bicaranya sering membuat kocak bagi yang mendengarkan. Itulah seklas sosok Yuli Eko Sarwono, guru mata pelajaran matematika SMP Negeri 19 Purworejo. Sekilas sangat kontra dengan profesi yang dimilikinya. Baiasanya sebagai guru matematika sangat lekat dengan keangkeran, keseriusan. Namun bagi bapak empat anak ini sangat berbeda.
Bahkan dengan metode-metodenya ia mendapat julukan siguru gila. Bagimana tidak, dengan metode pembelajaran yang kontekstual, bertumpuk-tumpuk alat peraga disediakan. Karena kelewat banyaknya peragaan yang ia miliki, akhirnya ia mendapat hadih sebuah ruangan kusus untuk menyimpan.

Ketika ditemui di sekolahnya beberapa waktu lalu, ia mengungkapkan awalnya dirinya tidak memiliki cita-cita menjadi guru. Sebagai anak sulung dari empat bersaudara dari seorang anggota TNI, ia merasakan pendidikan keluarga yang agak keras. Mungkin karena pendidikan kelurga itulah, ia menyenangi olah raga bela diri pencak silat.
Berkat kemampuan di cabang inilah, di usia belia sudah dipercaya sebagai pelatih di sebuah padepokan pencak silat. Waktu itu baru kelas satu SMA sudah menjadi seorang pelatih. Berawal dari profesi inilah, kemudian ia berkeinginan menjadi seorang guru.
Setelah lulus dari SMA Negeri Tidar tahun 1983, ia tercatat sebagai GTT di tiga sekolah swasta di Magelang. Ia mengampu pramuka, drama, dan baca pusi. Menurutnya, pencal silat sangat cocok dengan materi yang ia ampu, sebab gerakan gerakan jurus pada pencak silat penuh dengan unsur seni. Unsur inilah sangat sinergis dengan drama dan baca puisi, yang juga butuh sentuhan seni.
Agar bisa menjadi guru, kemudian mengikuti pendidikan guru SLTP (PGLSP) di Magelang. Seusai mengikuti pendidikan tersebut, tepatnya tahun 1989, ia mendaftar sebgai CPNS di Semarang. Ternyata lulus, dan ditempat di SMP Negeri 19 Purworejo sampai sat ini. Bahkan ia berkeinginan mengajar di sekolah tersebut, hingga pensiun nanti.
Sebagai guru mapel matematika, ia menggali metode-metode yang jitu agar siswa mudah dipahami. Sebab disadari, mapel matematika, dinilai masih menjadi mapel yang kurang disenangi siswa. Rasa tidak senang pada mapel akan berdampak pada guru pengampu. Maka ia berusaha agar siswa tertarik pada dirinya dan mapel yang ia bawakan. Caranya bersabar, mengalah. Namun dibalik itu, tunjukkan pada siswa bahwa ia mempunyai keunggulan dan kemampuan. Sehingga siswa akan simpati padanya.
Agar siswa lebih mudah menangkap apa yang disampaikan, metode pembelajarannya melaui alat-alat peraga-peraga. Berbagai peraga dipergunakan dari barang-barang bekas, seperti kertas, kaleng, dus susu dll. Bahkan ia tidak segan-segan membawa masuk sepeda motornya ke dalam kelas, sebagai alat peraga penghitungan lingkaran. Hasil karya siswa pun dipajang sebagai buah penghargaan.
Alat peraga tersebut semakin hari semakin menumpuk, hingga memenuhi ruangan. Oleh pihak sekolah, ia diberikan sebuah ruangan kusus, untuk memajang alat-alat peraga. “Metode boleh ditawar, tapi target harus terpenuhi. Dan sekarang perolehan nilai mapel matematika terus meningkat. Dari rata-rata lima koma sekian, terus meningkat, dan unas 2008 lalu, mecapai rata-rata 7,4” katanya.
Karena ide-ide kontekstualnya itulah, bapak dari empat orang anak, dan kakek dari seorang cucu, mendapat kesempatan mengisi acara pada sebuh stasiun televisi swasta, beberapa waktu lalu. Dan ia mendapat julukan guru dengan ide-ide gilanya.
Untuk mencukupi kebutujhan hidup keluarganya, dia tidak hanya menggantungkan dari gaji sebagi guru. Selepas mengajar, ia berkeliling berjualan bakso. Pagi sebelum berangkat mengajar berbelanja, kemudin bahan dimasak oleh isterinya. Pulang megajar, ia baru jualan keliling dengan gerobag.
“Waktu tertentu saat sekolah butuh konsentrasi pekerjaan dan menyita waktu, ya sementara waktu tidak jualan. Baru setelah senggang jualan lagi. Imbalannya pada suatu saat dapat borongan dalam partai besar. Misalnya ada hajatan temanten, kami mendapat borongan dengna omset jutaraan rupiah. Impas kan” kata Yuli sambil tertawa

source: http://www.purworejokab.go.id/news/seputar-pendidikan/659

Identifikasi Kompetensi Dasar

Setelah memahami ciri-ciri dan karakteristik penilaian maka selanjutnya dijelaskan mengenai prosedur penilaian. Yang pertama adalah mengidentifikasi kompetensi dasar dan ini merupakan acuan untuk menentukan tujuan. Apa indikatornya jika kompetensi dasar itu tercapai? Jadi penjabaran dari standar kompetensi ke kompetensi dasar dapat diteruskan ke indikator. Dalam penilaian harus diidentifikasi kompetensi dasar apa yang harus dikuasai oleh peserta didik.
Standar kompetensi pada umumnya dirumuskan dengan kata kerja yang operasional. Jumlah standar kompetensi untuk satu mata pelajaran bervariasi antara 6 sampai 15 buah. Kata kerja yang digunkan dalam standar kompetensi yang tidak operasional misalnya mengetahui, memahami dsb, sedangkan kata kerja yang operasional misalnya: menafsirkan, menganalisis, mengevaluasi, membandingkan, mendemon-strasikan dsb.
Ditinjau dari cakupan materi dan kata kerja yang digunakan standar kompetensi itu masih umum sehingga perlu dijabarkan menjadi sejumlah kompetensi dasar yang sering disebut dengan kemampuan minimum. Cakupan materi pada kompetensi dasar lebih sempit daripada standar kompetensi. Dan kata kerja yang digunakan adalah kata kerja yang operasional misalnya menghitung, merangkum, menerapkan dsb. Jika kompetensi dasar sudah dapat diidentifikasi maka selanjutnya mencari kompetensi dasar yang mana atau yang mana saja yang akan dievaluasi.

credit: Alim Sumarno, M.Pd
source: http://elearning.unesa.ac.id/myblog/alim-sumarno/identifikasi-kompetensi-dasar

Senin, 09 Januari 2012

Menyederhanakan evaluasi melalui pendekatan evaluatif yang berorientasi pada potensi afektif dan psikomotorik Siswa



Latar Belakang :
  • Evaluasi umumnya hanya berorientasi pada ranah kognitif siswa
  • Tingkat potensi kognitif siswa secara individu yang berbeda-beda sehingga evaluasi yang berorientasi pada ranah kognitif kurang valid untuk menggambarkan rating dari proses pembelajaran.
  • Evaluasi pembelajaran harus berdasar pada dua sumber, yaitu subjek pembelajaran (pengajar/guru/dosen/tutor/dsb) dan objek pembelajaran (pelajar/siswa/mahasiswa)  sehingga sifat evaluasi akan se-objektif mungkin.

Materi Pokok
  • Evaluasi yang berorientasi pada nilai-nilai afektif dan psikomotorik harus ditonjolkan, sedangkan evaluasi yang berorientasi pada nilai-nilai kognitif harus dikurangi.
  • Pendekatan dan strategi pembelajaran harus berorientasi pada metoda pembelajaran dan teknik evaluasi-nya.

Manfaat
  • Mempermudah teknik evaluasi
  • Siswa berkembang secara natural tanpa tekanan metal dan psikologis, menjadi diri sendiri, dan chemistri intrapersonal baik antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru akan lebih sehat.
  • Menanamkan nilai-nilai demokratis.

Kamis, 22 Desember 2011

Metode Pembelajaran Group Learning Expository

Umumnya pembelajaran dengan metode ceramah-expositori paling sering dilakukan oleh guru/dosen. Biasanya metode ini menekankan & berorientasi pada isi/materi mata pelajaran / mata kuliah. Sayangnya kelemahan metode ini terlalu kaku apalagi bila pengajar kurang terampil dalam teknik mengajarnya dan cenderung kurang variatif sehingga cepat menimbulkan perasaan bosan siswa/mahasiswanya. Jika kita mengingat-ingat masa sekolah/kuliah betapa seringnya diantara siswa/mahasiswa yang tidak fokus ketika pembelajaran berlangsung. Ada yang kantuk, ngobrol dengan temannya, atau malah melakukan aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan pembelajaran yang sedang berlangsung. Padahal yang terpenting dalam metode ini adalah atensi para siswa/mahasiswanya.

Strategi Pembelajaran-nya :
Untuk pembelajaran yang berorientasi pada materi/konten sebaiknya pengajar memulai melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered) dan hindari terlalu banyak metode ceramah. Tujuannya agar siswa tidak kaku dan berpartisipasi secara aktif dalam pembelajaran. Pendekatan Group Learning harus dijadikan pertimbangan karena banyak manfaat yang bisa diambil dari pendekatan ini, diantaranya :
- melatih kecerdasan interpersonal siswa/anak
- agar siswa tidak egois, individualis dan terbiasa hidup bersama
- siswa lebih aktif dan terlibat dalam pembelajaran
- memudahkan evaluasi baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif

...... to be continued